Deskripsi Ilmu Komunikasi Islam
Ilmu komunikasi Islam yang hangat
diperbincangkan akhir-akhir ini terutama menyangkut teori dan prinsip-prinsip
komunikasi Islam, serta pendekatan Islam tentang komunikasi. Titik penting
munculnya aktivisme dan pemikiran mengenai komunikasi Islam ditandai dengan
terbitnya jurnal “Media, Culture and Society” pada bulan Januari
1993 di London. Ini semakin menunjukkan jati diri komunikasi Islam yang tengah
mendapat perhatian dan sorotan masyarakat tidak saja di belahan negara
berpenduduk Muslim tetapi juga di negara-negara Barat. Isu-isu yang
dikembangkan dalam jurnal tersebut menyangkut Islam dan komunikasi yang
meliputi perspektif Islam terhadap media, pemanfaatan media massa pada era
pascamodern, kedudukan dan perjalanan media massa di negara Muslim serta
perspektif politik terhadap Islam dan komunikasi.
Komunikasi Islam berfokus pada
teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh para pemikir Muslim. Tujuan
akhirnya adalah menjadikan komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif,
terutama dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bersesuaian
dengan fitrah penciptaan manusia. Kesesuaian nilai-nilai komunikasi dengan
dimensi penciptaan fitrah kemanusiaan itu memberi manfaat terhadap
kesejahteraan manusia sejagat. Sehingga dalam perspektif ini, komunikasi Islam
merupakan proses penyampaian atau tukar menukar informasi yang menggunakan
prinsip dan kaedah komunikasi dalam Alquran. Komunikasi Islam dengan
demikian dapat didefenisikan sebagai proses penyampaian nilai-nilai Islam dari
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang
sesuai dengan Alquran dan Hadis. Teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh
Barat lebih menekankan aspek empirikal serta mengabaikan aspek normatif dan
historikal. Adapun teori yang dihasilkan melalui pendekatan seperti ini sangat
bersifat premature universalism dan naive empirism. Dalam konteks demikian Majid
Tehranian, menguraikan bahwa pendekatan ini tidak sama implikasinya
dalam konteks kehidupan komunitas lain yang memiliki latar belakang yang
berbeda. Sehingga dalam perspektif Islam, komunikasi haruslah dikembangkan
melalui Islamic world-view yang selanjutnya menjadi azas pembentukan teori
komunikasi Islam seperti aspek kekuasaan mutlak hanya milik Allah, serta
peranan institusi ulama dan masjid sebagai penyambung komunikasi dan aspek
pengawasan syariah yang menjadi penunjang kehidupan Muslim.3
Dalam aspek perubahan sosial dan
pembangunan masyarakat, komunikasi Barat cenderung bersifat positivistik dan
fungsional yang berorientasi kepada individu, bukan kepada keselurusan sistem
sosial dan fungsi sosiobudaya yang sangat penting untuk merangsang terjadinya
perubahan sosial. Kualitas komunikasi menyangkut nilai-nilai kebenaran,
kesederhanaan, kebaikan, kejujuran, integritas, keadilan, kesahihan pesan dan
sumber, menjadi aspek penting dalam komunikasi Islam. Oleh karenanya dalam
perspektif ini, komunikasi Islam ditegakkan atas sendi hubungan segitiga
(Islamic Triangular Relationship), antara “Allah, manusia dan masyarakat”.
Dalam Islam prinsip informasi bukan
merupakan hak eksklusif dan bahan komoditi yang bersifat value-free, tetapi ia
memiliki norma-norma, etika dan moral imperatif yang bertujuan sebagai service
membangun kualitas manusia secara paripurna. Jadi Islam meletakkan inspirasi
tauhid sebagai parameter pengembangan teori komunikasi dan informasi. Alquran
menyediakan seperangkat aturan dalam prinsip dan tata berkomunikasi.
Di samping menjelaskan prinsip dan
tata berkomunikasi, Alquran juga mengetengahkan etika berkomunikasi. Dari
sejumlah aspek moral dan etika komunikasi, paling tidak terdapat empat prinsip
etika komunikasi dalam Alquran yang meliputi fairness (kejujuran), accuracy
(ketepatan/ketelitian), tanggungjawab dan kritik konstruktif. Dalam surah
an-Nuur ayat 19 dikatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita),
perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi
mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang,
kamu tidak mengetahui”.
Sehubungan dengan etika kejujuran
dalam komunikasi, ayat-ayat Alquran memberi banyak landasan. Hal ini
diungkapkan dengan adanya larangan berdusta dalam surah an-Nahl ayat 116: “Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara
dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah
tiadalah beruntung”.
Dalam masalah ketelitian menerima
informasi, Alquran misalnya memerintahkan untuk melakukan check and recheck
terhadap informasi yang diterima. Dalam surah al-Hujurat ayat 6 dikatakan: “Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita
maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada
suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu”.8
Menyangkut masalah tanggungjawab
dalam surah al-Isra’ ayat 36 dijelaskan: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawab-nya”. Alquran
juga menyediakan ruangan yang cukup banyak dalam menjelaskan etika kritik
konstruktif dalam berkomunikasi. Salah satunya tercantum dalam surah Ali Imran
ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung”.
Begitu juga menyangkut isi pesan
komunikasi harus berorientasi pada kesejahteraan di dunia dan akhirat,
sebagaimana dijelaskan dalam sural al-Baqarah ayat 201: “Dan di antara mereka
ada orang yang mendo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.
Selain itu, prinsip komunikasi Islam
menekankan keadilan (‘adl) sebagaimana tertera dalam surah an-Nahl ayat 90,
berbuat baik (ihsan) dalam surah Yunus ayat 26, melarang perkataan bohong dalam
surah al-Hajj ayat 30, bersikap pertengahan (qana’ah) seperti tidak tamak,
sabar sebagaimana dijelaskan pada surah al-Baqarah ayat 153, tawadu’ dalam
surah al-Furqan ayat 63, menunaikan janji dalam surah al-Isra’ ayat 34 dan
seterusnya.
Membangun paradigma komunikasi Islam,
sesungguhnya tidak harus dimulai dari nol. Dasaran sintesisnya dapat
menggunakan teori-teori komunikasi konvensional (Barat), namun yang menjadi
Homework bagi para intelektual Muslim adalah membuat sintesis baru melalui
aspek methatheory yang meliputi epistemologi, ontologi dan perspektif.
Pembenahan pada aspek dimensi nilai dan etika harus dapat berkolaborasi dengan
ketauhidan dan tanggungjawab ukhrawi. Fungsi komunikasi Islam adalah untuk
mewujudkan persamaan makna, dengan demikian akan terjadi perubahan sikap atau
tingkah laku pada masyarakat Muslim. Sedangkan ultimate goal dari komunikasi
Islam adalah kebahagiaan hidup dunia dan akhirat yang titik tekannya pada aspek
komunikan bukan pada komunikator.
BIBLIOGRAFI
Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan
Islam. Jakarta: Logos, 1999.
Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995.
Departemen Agama RI., Alquran dan Terjemahnya.
Semarang: Toha Putra, 1989.
Fisher, B. Aubrey. Teori-Teori Komunikasi. Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1986.
Ghani, Zulkiple Abd. Islam, Komunikasi dan Teknologi
Maklumat. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Dist
Hussain, Mohd. Yusof, et.al. Dua Puluh Lima Soal Jawab
Mengenai Komunikasi Islam. Jabatan Komunikasi Pembangunan, Pusat
Pengembangan dan Pendidikan Lanjutan, University Pertanian Malaysia, 1990.
Sardar, Ziauddin. Tantangan Dunia Islam Abad 21,
diterjemahkan dari judul aslinya “Information and the Muslim World: A Strategy
for the Twenty-first Century”, oleh A.E. Priyono dan Ilyas Hasan. Bandung:
Mizan, 1989.
Sophiaan, Ainur Rofiq. Tantangan Media Informasi Islam,
Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis. Surabaya: Risalah Gusti, 1993.
Tehranian, Majid. “Communication Theory and
Islamic Perspective”, dalam Wimal Dissanayake (ed.), Communication Theory: The
Asian Perspective. Singapore: Mass Communication Research and Information
Centre, 1988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar